
Jangan Ngetrip Dulu Dong Kalo Belum Tau sejarah Nya, Nah Dalam catatan sejarah, letusan besar pernah terjadi di Gunung Papandayan pada 11 – 12 Agustus 1772. letusan besar ini menyebabkan kehancuran pada sebagian tubuh gunung ini, membentuk kawah tapal kuda membuka kearah timur laut.
“Dengan suara menggelegar dan gemeratak yang hebat, setelah tengah malam mendadak tampak membumbung keatas sinar-sinar terang, yang menerangi kegelapan, memecah-mecah puncak gunung, melemparkan dan menyebar bongkah-bongkahnya kesekitarnya”. Demikian catatan F.W. Junghuhn, seorang penjelajah gunung berkebangsaan Jerman tentang meletusnya G. Papandayan pada 11 Agustus 1772.
Inilah letusan terdahsyat Gunung Papandayan yang tercatat dalam sejarah. Selain menghancurkan sebagian tubuhnya, letusan ini juga menghancurkan 40 perkampungan didataran tinggi garut, memakan korban jiwa kurang lebih 2957 orang dan membunuh lebih dari 1500 ekor sapi, kerbau, kambing, dan binatang-binatang peliharaan lainnya.
Pada tahun 1819, pendiri kebun raya Bogor, C.G.C Reindwardt yang berkebangsaan Jerman menjadi orang-orang asing pertama yang mendaki gunung ini. Pada masa-masa inilah, G. Papandayan menjadi surga bagi para ahli gunung berapi dan tumbuh-tumbuhan hingga sekarang.
Menurut pendapat R.D.M. Verbeek dan R. Fennema, letusan Gunung Papandayann pada tahun 1772 berlangsung seperti halnya yang terjadi di G. Semeru di Jawa Timur pada tahun 1885, tetapi lebih kuat. Pada waktu terjadinya letusan ini terlihat muntahan api selama 5 menit yang berasal dari kawah Papandayan (kawah Mas), disusul dengan lawina batu-batu yang menghancurkan daerah yang lebih rendah. Peristiwa turunnya lawina batu-batu tersebutlah yang merupakan pokok dari kejadian letusan Gunung Papandayan pada tahun 1772.
Setelah itu, gunung ini mengalami masa tenang kembali sampai 11 Maret 1923 saat kawah Papandayan (kawah Mas) mulai bergejolak kembali hingga 9 Maret 1925. Selama 2 tahun, letusan kecil tidak membahayakan sering terjadi di gunung ini.
Letusan yang terjadi pada 11 Maret 1923 ini tercatat berasal dari kawah yang terdapat di Tegal Alun-alun, yakni berupa letusan lumpur dan batu-batuan sebesar kepala orang yang terlontar hingga kurang lebih 150 M.
Menurut keterangan Camat dan penduduk Cisurupan, letusan pada tanggal 11 Maret 1923 ini terjadi pada malam hari dengan didahului oleh gempa bumi ringan. Dari kejadian letusan ini, lapangan letusan baru telah ditemukan dan dinamakan kawah Baru. Dalam lapangan letusan seluas 100 M tersebut, 7 buah lubang letusan ditemukan dan sebuah danau kecil telah terbentuk.
Bersamaan dengan pembentukan kawah baru diatas, pada bulan Juni 1923, di kaki G. Nangklak (sebuah dinding curam sebelah selatan kawah Mas) telah terbentuk juga sebuah kawah baru yang diberi nama kawah Nangklak dengan 3 buah lubang letusan didalamnya.
Sepanjang tahun 1924 hingga 1925, letusan-letusan kecil terjadi secara bergantian di masing-masing kawah yang berbeda hingga gunung inipun akhirnya memasuki masa istirahat yang cukup panjang sampai letusan besar terjadi kembali pada 11 November 2002.
Pada hari senin, 11 November 2002 pukul 15.30, G. Papandayan memulai kembali kegiatannya setelah hampir 60 tahun menjalani masa istirahatnya.
Letusan pada tahun 2002 ini didahului oleh letusan freatik kecil pada tanggal 1 – 3 Oktober 2002 yang terjadi di kawah Mas yang menyebabkan meningkatnya kegiatan gunung ini. Temperatur di kawah Mas mengalami peningkatan dan sempat membakar endapan belerang yang terdapat didalamnya.
Pada tanggal 10 November 2002, Pos Pengamatan Gunung Api Papandayan mencatat peningkatan signifikan jumlah Gempa Vulkanik tipe B sebanyak 60 kali. Gempa ini menandai sistem rekahan dan tanah di kawasan kawah Mas menjadi jenuh dengan uap air dan tekanan, sekaligus mengaktifkan sistem uap di kawah Mas menuju ke letusan freatik selanjutnya.
Pada tanggal 11 November 2002, letusan freatik pertama terjadi di kawah Baru pada pukul 16.03 WIB, yakni berupa semburan debu pekat ke udara yang mencapai ketinggian 5 Km dari atas puncaknya. Letusan di kawah Baru ini menyebabkan terjadinya longsor dahsyat disebagian dinding bukit Nangklak, material longsoran tersebut jatuh ke hulu Sungai Cibeureum Gede dan mengakibatkan banjir bandang lumpur sepanjang Sungai Cibeureum Gede di Kec. Bayongbong. Tercatat 5 rumah rusak berat dan jalan antara Garut dengan Cikajang terputus.
Letusan tahun 2002 juga telah mengubah wajah lembah tapal kuda Gunung Papandayan, material yang ditumpahkan telah menimbun dasar lembah dan mengubur aliran Sungai Ciparugpug. Sementara G. Nangklak mengalami longsor dahsyat bersamaan dengan terbentuknya beberapa kawah baru.
Beberapa kejadian diatas dalam sejarah letusan gunung inilah yang membawa Gunung Papandayan menjadi sebuah lokasi penting bagi para penikmatnya dari sejak dahulu kala hingga sekarang.
Saat ini G. papandayan merupakan salah satu gunung api aktif di Jawa Barat yang telah dikembangkan menjadi objek wisata panorama dan tempat tujuan bagi para peneliti gunung api di mancanegara.
Objek-objek wisata mempesona yang terdapat di gunung ini terbentuk secara alamiah dari proses vulkanisma yang telah berlangsung di masa lampau. Aktivitas yang terjadi selama beratus-ratus tahun ini, telah menghasilkan dan meninggalkan bentuk-bentuk alam yang khas berupa kerucut gunung api, kawah, singkapan bebatuan dan terbentuknya struktur-struktur baru berupa curug (air terjun), danau, mata air panas, lubang semburan uap panas dari dalam tanah, kolam-kolam mendidih dan endapan belerang berwarna kuning yang menyatu dengan bentang alam yang di penuhi batuan berserakan dan dataran-dataran terbuka yang diselimuti rerumputan dan tumbuhan edelweis yang indah atau hutan-hutan tua berbalut lumut yang menakjubkan.