5 Tips Pendakian Seven Summit Indonesia

Ericks Rachmat Swedia, adalah pendaki yang sukses mencapai 7 puncak tertinggi atau Seven Summit Indonesia. Ketujuh puncaknya yakni Gunung Bukit Raya (2.278 mdpl) di Kalimantan Tengah, Gunung Binaiya (3.207 mdpl) di Maluku, Gunung Latimojong (3.478 mdpl) di Sulawesi Selatan, Gunung Semeru (3.676 mdpl) di Jawa Timur, Gunung Rinjani (3.726 mdpl) di Lombok, Gunung Kerinci (3.805 mdpl) di Jambi dan Puncak Carstensz (4.884 mdpl) di Papua.

Ericks pun tak segan memberikan tips soal mendaki 7 puncak tertinggi di Indonesia. Tips yang baiknya benar-benar diperhatikan para pendaki, yang mungkin saja kamu mau mengikuti jejak Ericks ini.

Berikut 5 tips pendakian Seven Summit Indonesia:

1. Fisik

“Nomor satu itu persiapannya pasti fisik,” ujar Ericks. yang di himpun dari detik travel

Ericks menambahkan, tiap puncak gunung memiliki medan yang berbeda-beda. Apalagi menurutnya, puncak-puncak Gunung Binaya, Gunung Latimojong dan tentu saja Puncak Carstensz yang merupakan puncak tertinggi di Indonesia.

“Minimal joging tiga kali seminggu. Bisa juga latihan naik gunung-gunung lain dan menambah beban,” katanya.

2. Biaya

Butuh biaya yang tidak sedikit untuk mendaki puncak-puncak tertinggi di Indonesia. Ericks pun mengakui hal tersebut yang disebutkannya, kalau persiapan biaya sangatlah penting.

“Harus nabung sih, itu sudah pasti,” tegasnya.

Bagi Ericks, sebenarnya biaya yang cukup mahal adalah tiket pesawat. Dari Jakarta, dia harus terbang ke berbagai pulau seperti ke Jambi, Ambon sampai ke Papua.

“Kalau biaya-biaya lain seperti penginapan, transportasi atau makan masih bisa diakali. Masih bisa menginap di hotel murah, makan yang murah atau ngeteng naik kendaraan umum. Puncak yang paling mahal harganya, tentu Puncak Carstensz ya karena bisa sampai Rp 50 juta,” paparnya.

3. Siapkan tim

Mendaki gunung sendiri, terlalu berisiko untuk keselamatan. Apalagi, jika mendaki tujuh puncak gunung tertinggi di Indonesia. Maka dari itu, siapkan tim terbaik agar perjalanan aman dan nyaman.

“Kita pilih orang-orang yang mau diajak susah dan tentu saja enak diajak jalan, karena pendakian akan memakan waktu berhari-hari,” kata Ericks.

Ericks mengakui, keberhasilan perjalanan mendaki Seven Summit Indonesia selama ini adalah karena teman-temannya. Memang, beda gunung beda pula teman-temannya. Namun, karena mereka sudah saling kenal dan sama-sama punya pengalaman pendakian, pendakian Ericks pun berjalan lancar.

“Ketika sudah saling mengenal, kita tahu bagimana kondisi si As, si B. Pendakiannya jadi lebih enak,” ujarnya.

4. Cari kenalan

Ada banyak manfaat dari berkenalan sesama pendaki gunung, baik dari wilayah yang berbeda-beda. Bukan cuma untuk saling bertukar pengalaman, tetapi juga dapat saling membantu ketika sedang pendakian.

“Kenalan itu penting banget. Saya saja mau ke Latimojong, waktu itu dapat kenalan dari teman-teman di Makassar. Ngobrol-ngobrol, mereka bisa bantu. Ke Binaiya juga begitu, dibantu sama kenalan dari Universitas Kristen Indonesia Maluku,” kenang Ericks.

Oleh karena itu, banyak-banyaklah kamu berkenalan dengan pendaki lain. Baik ketika saat sedang berada di gunung, atau ikut komunitas-komunitas. Begitu indahnya, saling membantu sesama pendaki.

5. Pengetahuan mendaki gunung

Fisik oke, biaya sudah rinci dan tim sudah siap, tapi itu ternyata belum cukup untuk jadi modal mendaki Seven Summit Indonesia. Menurut Ericks, persiapan terakhir yang tak kalah penting adalah pengetahuan mendaki gunung.

“Soal manajemen perjalanan, itu sih yang paling penting. Kita harus tahu berapa lama pendakian, medannya bagaimana dan anggota tim siapa yang kuat dan tidak kuat. Dari situ, kita tahu harus butuh berapa logistik, bagaimana mempersiapkan fisik dan lainnya,” ungkap Ericks yang sehari-hari bekerja sebagai dosen di salah satu universitas di Depok ini.

Ericks memberikan contoh, ketika dia bersama teman-temannya mendaki Gunung Biniya. Ketika perjalanan turun, mereka kehabisan air karena mencoba lewat melewati jalur Desa Piliana. Bahkan, mereka juga tidak menemukan trek pendakian!

“Wah itu kita benar-benar kehabisan air dan jalur pendakiannya nggak ketemu. Jadi, satu orang harus survei dulu jalan ke depan untuk mengecek dan memberitahu. Kita juga harus terus berjalan demi mencapat sumber air,” kenangnya.